Wednesday, March 28, 2012

Asal Mula Gunung Batok

Pegungungan Tengger dan gunung Bromo terletak di sebelah timur kota Malang, Jawa Timur. Pada zaman dahulu, keadaan di Tengger jauh berbeda dengan sekarang. Nama Tengger belum lagi di kenal. Gunung Batok juga belum ada.


Di sebuah desa tak jauh dari gunung Bromo, hiduplah seorang gadis yang cantik jelita. Namanya Rara Anteng. Konon, ketika gadis itu di lahirkan, tidak menangis seperti bayi pada umumnya. Oleh karena itu, ia dinamakan Rara Anteng. Kata orang Jawa anteng artinya tidak banyak bergerak atau tenang.

Banyak jejaka yang melamar Rara Anteng, tetapi semuanya ditolak. Tersebutlah seorang raksasa yang buruk mukanya lagi bengis. Matanya besar sekali. Kumis, janggut, dan cambangnya amat lebat. Raksasa itu pun melamar Rara Anteng. Rara Anteng takut sekali, ia takut menyatakan penolakannya karena raksasa itu pasti akan marah.

Kata Rara Anteng, "Hai raksasa, aku mau kau persunting, asalkan kau bersedia memenuhi permintaanku!"

"Ha, ha, ha,... !" tawa raksasa itu menggelegar. "Katakan cepat, permintaanmu pasti akan ku laksanakan!"

"Ubahlah gunung Bromo ini menjadi sebuah danau yang harus kau selesaikan dalam waktu semalam" kata Rara Anteng. "Sebelum fajar menyingsing dan sebelum ayam jantan berkokok, danau itu harus sudah kau siapkan agar dapat ku pakai mandi".

Rara Anteng berpikir raksasa itu tidak mungkin melaksanakan permintaannya dalam waktu yang sesingkat itu.

Tanpa banyak bicara, raksasa itu mulai bekerja. Ia menggali danau di sekitar gunung bromo itu saja. Dengan sebuah batok atau tempurung yang cukup besar, ia melempar tanah dan batu-batu. Sepanjang malam terdengar bunyi gemuruh. Pohon-pohon di hutan itu sebatang demi sebatang di cabuti dan di lemparkan ke laut Selatan. Binatang-binatang buas pun lari ketakutan.

Rara Anteng amat gelisah. Ternyata raksasa itu amat giat. Malam masih panjang, tetapi pekerjaan raksasa itu hampir selesai. Rara Anteng mencari akal. Hari masih malam, di luar gelap pekat. Dengan tergopoh-gopoh Rara Anteng pergi ke lumbung. Ia mengambil alu, lalu mulai menumbuk padi. Perempuan-perembuan desa bangun semuanya. Mereka pun ikut menumbuk padi.

Mendengan suara orang-orang menumbuk padi itu ayam-ayam jantan pun terkejut. Ayam jantan di seluruh desa pun berkokok bersahut-sahutan.

Alangkah terkejutnya raksasa itu mendengar ayam jantan berkokok dan bunyi alu yang berdentang-dentang. Ia bangkit  memandang ke arah timur. Ternyata hari masih gelap. Ia juga tidak melihat sinar matahari pada waktu fajar.

Tinggal sebatok lagi tanah galian yang harus di pindahkan. Tubuh raksasa itu tiba-tiba menjadi lemas. Tak kuasa ia melemparkan batok penuh gaalian tanah yang terakhir. Robohlah raksasa itu ke tanah.

"O..., Rara Anteng, Rara Anteng....,,,,,"keluh raksasa itu. Batok dan tanah galian itu menutupi tubuhnya dan jadilah sebuah gunung bernama Gunung Batok.

Danau di sekitar gunung Batok hampir selesai, tetapi belum sempat di isi air. Sekarang danau itu di sebut Segara Wedi, yang berarti laut pasir karena danau itu penuh dengan pasir.

Akhirnya, pada suatu hari yang baik, Rara Anteng menikah dengan Joko Tengger. Begitulah asal mula daerah itu di sebut Tengger.

Wednesday, March 21, 2012

Raja Kambing Barat Dan Kambing Timur

Pada zaman dahulu, ada dua kerajaan kambing yang saling bermusuhan. Yang satu berada di wilayah barat dan dinamakan kerajaan kambing barat, dan yang satunya lagi berada di wilayah timur dan dinamakan kerjaan kambing timur. 

Kedua kerajaan kambing itu dipisahkan oleh sebuah sungai yang sangat besar, sangat dalam, dan sangat panjang, serta tidak berujung. Para kambing itu tidak bisa berperang karena takut akan mati terbawa arus sungai yang sangat besar dan airnya yang dalam itu. Para kambing sering minum di pinggir sungai tersebut, karena tidak ada kambing yang dapat selamat jika menyeberangi sungai besar itu.

Suatu hari, saat sedang hujan lebat, sebatang pohon yang besar dan tinggi terkena petir, lalu pohon itu pun tumbang dan menjadi jembatan antara wilayah barat dan timur. Sang raja kambing dari wilayah barat yang bertubuh besar dan gemuk pun mulai menyeberangi sungai, dan raja dari wilayah timur yang berjanggut pun ikut menyeberangi sungai tersebut. Saat di tengah-tengah sungai, mereka pun berhenti. Mereka bertengkar, hingga akhirnya sang raja dari barat merubuhkan batang pohonnya, dan mereka berdua mati tenggelam dan terbawa oleh arus air sungai yang dalam tersebut. 

Setelah kejadian itu, kedua wilayah kambing tersebut tidak mempunyai raja lagi, dan para rakyat kambing pun hidup dengan tenang tanpa adanya peperangan.

Monday, March 19, 2012

Kepiting Karang Dan Rajungan

Seekor kepiting dan seekor rajungan  yang bersahabat bernama Teni dan Rini. Mereka tinggal bersama di pinggir laut, di balik bebatuan. Mereka sering bersembunyi karena takut pada orang-orang yang mencari ikan dan kepiting. Apabila laut pasang, mereka bermain tanpa takut akan ditangkap manusia. 

Pada suatu malam, ketika bulan purnama, Teni dan Rini keluar menikmati keindahan alam.
” Sahabat, bagaimana kalau kita hiasi punggung kita agar kelihatan menarik ?” kata Reni.
”Bagus sekali idemu. Kita memang perlu mempercantik diri agar kelihatan menarik. Tapi, bagaimana caranya ? ” tanya Rini.
”Bagini.”sahut Teni, ”Kita lukis punggung kita dengan cat warna-warni yang menarik.”
” Wah, menarik sekali.Bagaimana kalau aku dulu yang dilukis. Boleh atau tidak ? tanya Rini.
”Baiklah.”kata Teni.

Teni mulai mengukir punggung Rini. Punggung Rini  dihiasi dengan bulatan-bulatan dari muka ke belakang, dan dari atas ke bawah. Lukisan itu sangat mempesona.

”Sudah selesai sahabat.”kata Teni. Rini bercermin pada di air laut yang jernih.
“Bagus, bukan?”tanya Teni.
“Bagus sekali. Terima kasih sahabat.”kata Rini,
”Sekarang giliranku.”kata Teni.

Tiba-tiba air laut surut. Datanglah pencari ikan membawa obor. Mereka pun terkejut. Berlarilah mereka untuk menghindari bahaya.
”Maaf, sahabat. Orang-orang sudah datang untuk menangkap kita. Tidak ada waktu lagi untuk melukis punggungmu.” kata Rini.
”Tidak punggungku harus kamu ukir!” teriak Teni.

Melihat obor-obor semakin dekat, Rini menggambari punggung Teni dengan kuas dan cat tanpa bentuk. Punggung Teni sekarang penuh warna hitam karena tergesa-gesa hendak menyelamatkan diri.
Teni terpaksa menerima keadaan. Keduanya berkawan dalam bentuk yang amat berbeda, Rini cantik dan Teni yang jelek.

Sunday, March 18, 2012

Petani Dan Burung Pipit

Suatu hari, tinggallah seorang petani yang baik dan murah hati. Pada saat petani itu pergi ke sawahnya, dan ia menemukan seekor burung pipit yang kakinya patah, burung itu tidak bisa terbang. Sang petani merasa kasihan, dan ia pun membawa burung itu ke rumahnya yang sederhana itu. Sang petani langsung mengobati dan memakaikan perban pada kaki burung tersebut. Setelah beberapa hari ia rawat, burung pipit itu ia lepaskan kembali ke alam bebas. Petani itu merasa sangat senang karena burung itu bisa kembali terbang.

Beberapa hari kemudian, pada saat petani itu sedang mengairi sawah dan mencabuti rumput liar, ia di datangi oleh burung pipit kecil yang telah ia tolong itu, dan burung itu membawa tiga buah biji semangka pada paruhnya, dan memberikannya pada petani itu. Setelah itu burung itu pun pergi, dan petani itu sangat berterimakasih kepada burung.

Besoknya, sang petani menanam biji-biji semangka itu di dekat rumahnya. Setelah ia mengurus bibit pohon semangka itu, pohon semangka itu pun tumbuh. Semakin lama pohon itu semakin besar, dan akhirnya berbuah. Petani itu sangat senang, dan ia mengambil ketiga buah semangka itu.

Pada saat ia membelah buah semangka yang pertama, keluarlah beberapa bongkah emas dan berlian yang berkilauan. Petani itu merasa sangat kaget bercampur senang, dan ia lalu membelah semangka yang kedua. Ternyata isinya adalah bahan-bahan bangunan. Petani itu merasa sangat bahagia, lalu ia membelah semangka terakhir. Ternyata keluarlah para pekerja yang siap membangun istana yang megah untuk ia tinggali.

Akhirnya, karena kebaikan dan ketulusan petani itu, sekarang ia menjadi orang yang sangat kaya raya. Ia tinggal di istana yang sangat megah dan hidup dengan tenang. Ia selalu membagikan hartanya kepada orang yang kekurangan dan selalu menolong orang yang butuh pertolongannya.

Kura - Kura Dan Monyet

Suatu hari di tengah kebun di dekat rawa, tinggallah seekor kura-kura yang baik hati. Ia memiliki sebatang pohon pisang yang telah berbuah banyak. Ia sudah lama ingin memakan buah pisang yang terlihat matang itu, tetapi ia tidak bisa memanjat pohon pisang yang tinggi itu.

Ia kebingungan memikirkan bagaimana caranya agar bisa mengambil buah pisang itu. Setelah berpikir, ia menemukan ide. Ia memanggil temannya yang adalah seekor monyet, dan ia menyuruh monyet itu untuk memanjat dan mengambil buah pisang, dan ia akan di beri setengah dari hasilnya. Monyet pun setuju dan ia mulai memanjat pohon pisang.

Setelah sampai, monyet langsung mengambil buah pisang yang paling besar, lalu memakannya. kura-kura berkata "hai monyet, cepatlah ambil buah pisang itu dan nanti kita makan di bawah sini". Si monyet berkata "tunggu dulu kura-kura, aku sedang mencicipinya". Tetapi, si monyet terus memakan dan memakan buah pisang milik kura-kura. Kura-kura berkata lagi dengan wajah lapar "hai monyet, ayolah, berikan sebuah untukku". Tetapi si monyet terus melahap buah pisang itu.

Si kura-kura merasa jengkel dan tidak di pedulikan. Lalu ia pun pergi dengan rasa jengkel. Setelah si monyet memakan buah terakhir, ia lalu bertanya "hai kura-kura, di mana engkau berada?", tetapi kura-kura tidak menjawab, Si monyet merasa perutnya terlalu kenyang, dan ia merasa sakit perut.