Sunday, January 29, 2012

Gagak Dan Cendrawasih

Dahulu kala, burung gagak dan cendrawasih adalah saudara. Mereka tinggal di dalam hutan yang lebat dan asri. Dahulu, bulu burung gagak dan cendrawasih memiliki bulu berwarna putih dan indah. Setiap hari mereka selalu bersama. Siang hari mereka terbang ke pohon-pohon, dan menikmati keindahan hutan itu.

Meskipun mereka adalah saudara, gagak dan cendrawasih memiliki sifat yang sangat berbeda. Cendrawasih selalu mandi dengan air bersih dari sungai, sedangkan gagak selalu bermain di tempat yang kotor dan berlumpur. Bulu gagak pun tidak pernah ia urus, sehingga warnanya kusam dan berbeda dengan bulu cendrawasih. Cendrawasih selalu memakan buah-buahan yang rasanya manis, sedangkan gagak lebih suka makan bangkai binatang.

Cendrawasih sering memperingati gagak agar hidup bersih, tetapi gagak tidak pernah mau mendengarnya. Ia lebih suka bermain di tempat kotor dan makan bangkai binatang. Ia juga sering berkeliaran di hutan tanpa takut ada pemburu yang menangkapnya. 

Suatu hari, cendrawasih memiliki ide, ia ingin agar bulu mereka dicat, sehingga mereka memiliki bulu paling indah di antara burung lain. Cendrawasih pun memanggil gagak, dan berkata "hai gagak, maukah kau mengecat buluku? sebagai gantinya aku akan mengecat juga bulumu" ucap cendrawasih. "Oh, kalau begitu baiklah, aku duluan yang akan mengecat bulumu" ucap gagak.

Gagak pun mengecat bulu cendrawasih dengan berbagai warna cat. Gagak mengecat bulu cendrawasih selama berjam-jam dengan sangat teliti. Dan setelah selesai, cendrawasih melihat hasil pekerjaan gagak, dan berkata "Oh gagak, engkau sangat baik kepadaku. Lihatlah hasilnya, buluku menjadi sangat indah dan anggun. Terima kasih gagak, engkau adalah sahabatku yang paling baik. Sekarang aku akan mengecat bulumu seindah buluku" ucap cendrawasih.

Saat cendrawasih mulai mengecat bulu gagak, gagak melihat seekor bangkai anjing yang tergeletak di dekat danau. Ia ingin sekali mengambil bangkai itu, tetapi terlalu jauh untuk di ambil. Lalu gagak berkata "Cendrawasih, kenapa kau lama sekali mengecat buluku? aku sudah tidak sabar ingin memakan bangkai anjing itu, ayolah, cepat cendrawasih..." ucap gagak kepada cendrawasih. "Tenang, sabar gagak, aku akan mengecat bulumu seindah buluku" ucap cendrawasih kepada gagak. "Ah, sudahlah, kalau begitu cat saja buluku dengan warna hitam" kata gagak. Lalu cendrawasih pun mengecat bulu gagak sesuai keinginan gagak. "Nah, selesai" ucap cendrawasih. Gagak pun langsung terbang ke danau dan mengambil bangkai anjing itu, lalu memakannya.

Tetapi apa yang terjadi? gagak sangat menyesal karena ia serakah, dan mengambil resiko bulunya menjadi buruk. "Mengapa sekarang buluku menjadi berwarna hitam, aku tidak mau, aku ingin buluku kembali" ucap gagak. Sampai sekarang, burung gagak memiliki bulu yang berwarna hitam, sedangkan cendrawasih memiliki bulu yang sangat indah.

Alladin

Dahulu kala, di kota Persia, seorang Ibu tinggal dengan anak laki-lakinya yang bernama Aladin. Suatu hari datanglah seorang laki-laki mendekati Aladin yang sedang bermain. Laki-laki itu mengajak Aladin pergi ke luar kota. Jalan yang ditempuh sangat jauh. Aladin mengeluh kepada lelaki itu, tetapi ia malah dibentak dan disuruh untuk mencari kayu bakar, kalau tidak maka Aladin akan dibunuh olehnya. Aladin akhirnya sadar bahwa laki-laki itu adalah seorang penyihir. Laki-laki penyihir itu kemudian menyalakan api dengan kayu bakar dan mulai mengucapkan mantera. “Kraak…” tiba-tiba tanah menjadi berlubang seperti gua.


Dalam lubang gua itu terdapat tangga sampai ke dasarnya. “Ayo turun! Ambilkan aku lampu antik di dasar gua itu”, seru si penyihir. “Tidak, aku takut turun ke sana”, jawab Aladin. Penyihir itu kemudian mengeluarkan sebuah cincin dan memberikannya kepada Aladin. “Ini adalah cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu”, kata si penyihir. Akhirnya Aladin menuruni tangga itu dengan perasaan takut. Setelah sampai di dasar ia menemukan pohon-pohon berbuah berlian. Setelah buah permata dan lampu yang ada di situ dibawanya, ia segera menaiki tangga kembali. Tetapi, pintu lubang sudah tertutup sebagian. “Cepat berikan lampunya !”, seru penyihir. “Tidak! Lampu ini akan kuberikan setelah aku keluar”, jawab Aladin. Setelah berdebat, si penyihir menjadi tidak sabar dan akhirnya “Brak!” pintu lubang ditutup oleh si penyihir lalu ia meninggalkan Aladin di dalam lubang. Aladin menjadi sedih, dan duduk termenung. “Aku lapar, aku ingin bertemu ibu, Tuhan, tolonglah aku!”, ucap Aladin.

Aladin merapatkan kedua tangannya dan mengusap jari-jarinya. Tiba-tiba, sekelilingnya ada asap membumbung. Bersamaan dengan itu muncul seorang raksasa. Aladin sangat ketakutan. “Maafkan saya, karena telah mengagetkan Tuan”, saya adalah peri cincin", kata raksasa itu. “Oh, kalau begitu bawalah aku pulang kerumah.” Jawab Aladin. “Baik Tuan, naiklah ke punggungku, kita akan segera pergi dari sini”, ujar peri cincin. Dalam waktu singkat, Aladin sudah sampai di depan rumahnya. “Kalau tuan memerlukan saya panggillah dengan menggosok cincin Tuan.”

Aladin menceritakan semua hal yang di alaminya kepada ibunya. “Mengapa penyihir itu menginginkan lampu kotor ini ya?”, kata Ibu sambil menggosok membersihkan lampu itu. “Syut !” Tiba-tiba asap membumbung dan muncul seorang raksasa peri lampu. “Sebutkanlah perintah Nyonya”, kata si peri lampu. Aladin yang sudah pernah mengalami hal seperti ini memberi perintah, ”kami lapar, tolong siapkan makanan untuk kami”. Dalam waktu singkat peri Lampu membawa makanan yang lezat-lezat kemudian menyuguhkannya. “Jika ada yang diinginkan lagi, panggil saja saya dengan menggosok lampu itu”, kata si peri lampu.

Demikian hari, bulan, bahkan tahun pun berganti, Aladin hidup bahagia dengan ibunya. Aladin sekarang sudah menjadi seorang pemuda. Suatu hari lewat seorang Putri Raja di depan rumahnya. Ia sangat terpesona dan merasa jatuh cinta kepada Putri Cantik itu. Aladin lalu menceritakan keinginannya kepada ibunya untuk mempersunting putri raja. “Tenang Aladin, Ibu akan mengusahakannya”. Ibu pergi ke istana raja dengan membawa berlian  milik Aladin. “Baginda, ini adalah hadiah untuk Baginda dari anak laki-lakiku.” Raja amat senang. “Wah…, anakmu pasti seorang pangeran yang tampan, besok aku akan datang ke Istana kalian dengan membawa serta putriku”.

Setelah tiba di rumah Ibu segera menggosok lampu dan meminta peri lampu untuk membawakan sebuah istana. Aladin dan ibunya menunggu di atas bukit. Tak lama kemudian peri lampu datang dengan Istana megah di punggungnya. “Tuan, ini Istananya”. Besoknya sang Raja dan putrinya datang berkunjung ke Istana Aladin yang sangat megah. “Maukah engkau menjadikan anakku sebagai istrimu ?”, tanya sang Raja. Aladin sangat gembira mendengarnya. Lalu mereka berdua melaksanakan pesta pernikahan.

Nan jauh disana, si penyihir ternyata melihat semua kejadian itu melalui bola kristalnya. Ia lalu pergi ke tempat Aladin dan pura-pura menjadi seorang penjual lampu di depan Istana Aladin. Ia berteriak-teriak, “tukarkan lampu lama anda dengan lampu baru!”. Sang permaisuri yang melihat lampu ajaib Aladin yang usang segera keluar dan menukarkannya dengan lampu baru. Segera si penyihir menggosok lampu itu dan memerintahkan peri lampu memboyong istana beserta isinya dan istri Aladin ke rumahnya.

Ketika Aladin pulang dari berkeliling, ia sangat terkejut. Lalu memanggil peri cincin dan bertanya kepadanya apa yang telah terjadi. “Kalau begitu tolong kembalikan lagi semuanya kepadaku”, seru Aladin. “Maaf Tuan, tenaga saya tidaklah sebesar peri lampu,” ujar peri cincin. “Baik kalau begitu aku yang akan mengambilnya. Tolong antarkan aku ke sana”, seru Aladin. Sesampainya di Istana, Aladin menyelinap masuk mencari kamar tempat sang putri dikurung. “Penyihir itu sedang tidur.” , ujar sang putri. “Baik, jangan kuatir, aku akan mengambil kembali lampu ajaib itu, dan kita nanti akan menang”, jawab Aladin.

Aladin mengendap mendekati penyihir itu saat ia sedang tidur. Ternyata lampu ajaib terlihat dari kantungnya. Aladin kemudian mengambilnya dan segera menggosoknya. “Singkirkan penjahat ini” seru Aladin kepada peri lampu. Penyihir terbangun, lalu menyerang Aladin. Tetapi peri lampu langsung membanting penyihir itu hingga tewas. “Terima kasih peri lampu, bawalah kami dan Istana ini kembali ke Persia”. Sesampainya di Persia Aladin hidup bahagia. Ia mempergunakan sihir dari peri lampu untuk membantu orang-orang miskin dan kesusahan.

Malin Kundang

Pada suatu hari, hiduplah sebuah keluarga di pesisir pantai wilayah Sumatra. Keluarga itu mempunyai seorang anak yang diberi nama Malin Kundang. Karena kondisi keluarga mereka sangat memprihatinkan, maka ayah malin memutuskan untuk pergi ke negeri seberang.
Setelah berbulan-bulan lamanya ternyata ayah malin tidak kunjung datang, dan akhirnya pupuslah harapan Malin Kundang dan ibunya. 
Setelah Malin Kundang beranjak dewasa, ia berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya raya. Akhirnya Malin Kundang ikut berlayar bersama dengan seorang nahkoda kapal dagang di kampung halamannya yang sudah sukses. 
Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Malin belajar dengan tekun tentang perkapalan pada teman-temannya yang lebih berpengalaman, dan akhirnya dia sangat mahir dalam hal perkapalan. 
Banyak pulau sudah dikunjunginya, sampai dengan suatu hari di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut, karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah ruang kecil yang tertutup oleh kayu. 
Malin Kundang terkatung-katung ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut, Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya.
Desa tempat Malin terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang mempersunting seorang gadis untuk menjadi istrinya. 
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta istrinya. 
Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tetapi Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah tua dan mengenakan baju compang-camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan hartaku", sahut Malin kepada istrinya.

Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.